Beranda » benarkah Sriwijaya Pintu Masuk Islam Ke Nusantara???

benarkah Sriwijaya Pintu Masuk Islam Ke Nusantara???

Indonesia adalah negara yang memiliki penganut Islam terbesar di dunia.

Berdasarkan bukti-bukti historis, Islam telah berkembang di Nusantara, pada masa abad pertama hijriah.


Dan bukan hal yang mustahil, apabila Rasulullah pernah mengirimkan surat dakwah, yang ditujukan kepada Raja Sriwijaya.


Untuk membuktikan hal tersebut, mari kita ikuti, kronologis peristiwa berikut
.
Kronologis Peristiwa

Di dalam tulisan yang berjudul, “Meninjau Kembali, Masa Hidup Rasulullah” , diterangkan bahwa berdasarkan perhitungan Ustadz Muhammad Nur Abdurrahman, permulaan tahun Hijrah bertepatan dengan tahun 629 M.

Dengan berpatokan kepada perhitungan tahun di atas, di peroleh kronologis masuknya Islam di Nusantara sebagai berikut :


.

Tahun 625M

Sebuah dokumen kuno asal Tiongkok menyebutkan, pada sekitar tahun 625M di pesisir pantai Sumatera, yang berada di dalam naungan Kerajaan Sriwijaya, telah berdiri sebuah perkampungan Arab.

.

Tahun 629M

Peristiwa Hijrah

.

Tahun 635M (6H)

Dalam masa damai, setelah perjanjian Hudaibiyah tahun 6H, Rasulullah SAW memperkenalkan Islam melalui surat yang beliau kirimkan, kepada para penguasa, pemimpin suku, tokoh agama nasrani, dan sebagainya.



Melalui seruan dakwah yang memikat, dengan cara-cara yang santun, telah banyak membawa keberhasilan bagi jalan dakwah beliau.


Surat-surat Rasulullah SAW itu dibawa oleh orang-orang kepercayaan beliau di antaranya sebagai berikut

.

o Dihial bin Kalbi diutus kepada Kaisar Romawi.

o Abdullah bin Huzafah diutus kepada Kisra Persia.

o Hatib bin Abi Balta’ah diutus kepada Gubernur Mesir, yang waktu itu berada di bawah kekuasaan Romawi.

o ‘Amar bin Umayyah diutus kepada Raja Etiopia.

o Syuja’ bin Wahab diutus kepada Pageran Ghassan.

o Hauzah bin ‘Ali Hanafi diutus kepada penguasa Yamamah.



.

Tahun 639M (10H)

Nabi Muhammad wafat, kemudian dilanjutkan masa Khulafa’ur Rasyidin.

{Masa Khalifah Abubakar (639M-641M), Khalifah Umar (641M-651M), Khalifah Usman (651M-663M) dan Khalifah Ali (663M-668M)}.

.

Tahun 668M-687M

Masa Khalifah Mu’awiyah I

.

Tahun 674M


Buya HAMKA menyebutkan, pada sekitar tahun 674M, seorang pencatat sejarah dari Tiongkok telah menemukan satu kelompok bangsa Arab yang membuat perkampungan di pesisir barat Sumatera.

.

Tahun 676M (48H)

Ditemukan beberapa makam Sahabat Nabi Muhammad SAW di Nusantara. Salah satu yang paling terkenal adalah makam Syeikh Rukunuddin di Barus (Fansur), Sumatera Utara. Pada makamnya tertulis bahwa beliau wafat pada tahun 48 H. Tidak diketahui siapa nama Syeikh Rukunuddin sebenarnya, tapi dari tanggal wafatnya kita bisa mengatakan bahwa kemungkinan beliau adalah salah sorang sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu orang yang hidup sezaman dan berjumpa dengan beliau. Para sahabat dan tabiin telah memulai gelombang awal sejarah Islam di Bumi Nusantara.

.



Tahun 726M (100H)

Ibn Abd Al Rabbih di dalam karyanya Al Iqd al Farid, yang dikutip oleh Azyumardi Azra dalam bukunya “Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVIII’ menyebutkan adanya korespodensi antara raja Sriwijaya (Sri Indravarman) dengan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Pada sekitar tahun 100 H (726 M), Raja Sriwijaya berkirim surat yang isi surat tersebut adalah



”Dari Raja di Raja (Malik al Amlak) yang adalah keturunan seribu raja; yang isterinya juga cucu seribu raja; yang di dalam kandang binatangnya terdapat seribu gajah; yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil; kepada Raja Arab yang tidak menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Allah. Saya telah mengirimkan kepada Anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan kepada saya tentang hukum-hukumnya”

Dari Kronologis di atas, kita bisa dapatkan beberapa kemungkinan peristiwa sejarah (Alternatif Historis) :

1. Surat dakwah yang disebarkan Rasulullah ke seluruh pelosok negeri, bisa jadi ada yang ditujukan kepada Raja Sriwijaya. Mengingat telah adanya hubungan perdagangan antara Sriwijaya dengan bangsa Arab, yang ditandai dengan keberadaan perkampungan Arab di Sriwijaya, tahun 625M.

2. Dakwah ke Nusantara, semakin intensif dilakukan pada masa Khalifah Muawiyah I. Dan tidak menutup kemungkinan Syeikh Rukunuddin, adalah salah seorang sahabat Rasulullah, yang dikirim Bani Umayyah, untuk menjadi salah seorang juru dakwah di Nusantara.


3. Ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Islam sudah sangat dikenal. Kuat dugaan, Raja Sriwijaya (Sri Indravarman), adalah seorang Muslim. Dan beliau sangat berkeinginan untuk mempelajari Islam secara lebih mendalam.


Tambahan Info


2.Keluarga Syailendra pada zaman Crivijaya (Sriwijaya)

Sekilas asal mula peranan kehidupan Agama Buddha di Indonesia, dimulai pada zaman Crivijaya di pulau Suvarnadvipa (Sumatera) oleh keluarga Syailendra pada abad ke-7. Berapa lama Crivijaya telah ada sebelum itu masih merupakan suatu terkaan. Letak kerajaan Crivijaya di Sumatera Selatan mungkin sekali di Minangatamwan di daerah pertemuan Sungai Kampar Kanan dan Kampar Kiri (sekitar Palembang).

Catatan-catatan berharga berupa prasasti-prasasti bila dikumpulkan menunjukkan adanya kerajaan kerajaan Buddha di Palembang. Prasasti-prasasti itu adalah :

Prasasti yang tertua ialah Prasasti Kedukan Bukit (dekat Palembang) yang dapat dipastikan tahun Caka (=13 April 683) menceritakan perjalanan suci Dapunta Hyang berangkat dari Minangatamwan.

Prasasti yang ke-2 ialah Prasasti Talang Tuo (dekat Palembang) yang memperingati dan pembuatan taman Criksetra (taman umum) didirikan tahun 684 atas perintah Raja Dapunta Hyang Crijayanaca sebagai kebajikan Buddha untuk kemakmuran semua makhluk. Semua harapan dan doa dalam prasasti itu jelas sekali menunjukkan sifat Agama Buddha Mahayana.

Prasasti yang ke-3 didapatkan di Telaga Batu tidak berangka tahun. Di Telaga Batu banyak didapatkan batu-batu yang bertuliskan Siddhayatra (=Perjalanan Suci yang berhasil) dan dari Bukit Siguntang di sebelah Barat Palembang ditemukan sebuah arca Buddha dari batu yang besar sekali berasal dari sekitar abad ke-6.

Prasasti ke-4 dari Kotakapur (Bangka) dan yang ke-5 dari Karang Berahi (daerah Jambi hulu), keduanya berangka tahun 686 M.

Gambaran yang paling penting dari kebudayaan zaman Syailendra adalah unsur vitalitas dan potensi Indonesianya. Di dalam kesusasteraan kecenderungan ini terlihat dalam terjemahan Jawa kuno dari karya berbahasa Sansekerta, Amaramala, diterbitkan dengan nama Jitendra tercantum di dalam awal karya ini.

3.I-Tsing dua kali datang ke Crivijaya

I-Tsing (634-713) seorang peziarah Buddha dari negeri Tiongkok yang terkenal dalam perjalanannya ke India pada tahun 671. Dia mengatakan, dia berlayar dari negeri Tiongkok ke Crivijaya dengan kapal saudagar Persia. Pelayaran selanjutnya ke India dengan kapal Raja Crivijaya. Di Crivijaya sebelum pergi ke India ia belajar bahasa Sansekerta selama 6 bulan. Ini membuktikan betapa pentingnya Crivijaya sebagai pusat untuk mempelajari Agama Buddha Mahayana pada waktu itu. Ia mengatakan di Crivijaya ada lebih dari 1000 biksu, aturan dan tata upacara mereka sama dengan di India demikian juga Agama Buddha Mahayana yang ada di negeri Tiongkok.

Tahun 685 I-Tsing setelah belajar selama 10 tahun di Universitas Buddha Nalanda di Benggala, ia kembali ke Crivijaya dan tinggal di sana sekitar 4 tahun untuk menterjemahkan teks Agama Buddha dari bahasa Sansekerta ke dalam bahasa Mandarin. Ia juga mencatat Vinaya dari Sekte Sarvastivada. Tahun 689 karena keperluan mendesak akan alat-alat tulis dan pembantu, ia pulang ke Canton Selatan, kemudian ia kembali ke Crivijaya dengan 4 orang teman dan tinggal di sana untuk merampungkan memoirnya tentang Agama Buddha pada masanya. Memoir ini diselesaikan dan dikirim ke Tiongkok tahun 692, dan tahun 695 ia kembali ke Tiongkok. Bersamaan waktu dengan I-Tsing juga teman-temannya dari Tiongkok sebanyak 41 bhiksu yang mahasiswa datang belajar Agama Buddha Mahayana di Crivijaya.

Adalah sangat disayangkan bahwa tidak terdapat peninggalan buku-buku Agama Buddha Mahayana dari Zaman Crivijaya sebagai pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai internasional pada masa itu.

4.Atisa (982-1054) di Crivijaya

Karena Crivijaya menjadi pusat pendidikan Agama Buddha yang bernilai Internasional, banyak para pandita dari India juga datang ke Crivijaya untuk belajar Buddha Dharma juga disiplin ilmu lainnya, dimana Atisa, seorang bangsawan dari Benggala lahir tahun 982, datang ke Crivijaya untuk belajar filosofi dan logika Agama Buddha Mahayana selama 12 tahun di sini (1011-1023). Atisa berguru kepada Dharmakirti, pendeta tertinggi di Suvarnadvipa yang tergolong ahli terbesar pada zaman itu. Raja Dharmapala yang memerintah pada waktu itu memberikan sebuah Kitab Suci Agama Buddha kepada Atisa.

Setelah Atisa kembali ke India, dia ditunjuk sebagai Kepala di Vikramasila atau Nalanda. Bahkan UNESCO dalam usaha pemugaran kembali monumen Borobudur di Indonesia bersamaan waktu dengan peringatan 1000 tahun kelahiran Atisa. Riwayat hidup Atisa di Tibet menyebut Sumatera sebagai pusat terbesar pada masa itu. Tahun 1042 Atisa tiba di Tibet dan tinggal di sana sampai dengan beliau meninggal di Nye-Thang tahun 1054.