Beranda » Patahan Sumatera Pemicu Gempa

Patahan Sumatera Pemicu Gempa

ISTILAH Patahan Sumatera mulai banyak dikenal semenjak sering terjadinya gempa daratan di pulau Sumatera. Patahan Sumatera pernah mengakibatkan gempa besar di pulau Sumatera seperti gempa Liwa tahun 1932, 1994, gempa Kerinci 1909, 1995 yang meninggalkan kerugian jiwa dan materi yang cukup besar.

Untuk wilayah Aceh sendiri sudah sering terjadi gempa akibat pergerakan Patahan Sumatera hanya saja kekuatannya tidak sebesar gempa di Liwa maupun Kerinci. Gempa yang agak besar barusan saja terjadi pada Selasa 6 September 2011 pukul 00.55 WIB, menurut BMKG gempa tersebut berkekuatan 6,7 skala richter yang berpusat di 59 kilometer timur laut Singkil Baru, Kabupaten Aceh Singkil pada koordinat 2.81 LU dan 97,85 BT.

Selain itu gempa akibat aktivitas Patahan Sumatera ini pernah pula menggoncang Aceh pada 28 Januari 2010, waktu itu gempa terjadi pukul 23.12 WIB kekuatan gempa 5,0 skala richter, pusat gempa 23 km barat laut Takengon pada koordiant 4,82 LU dan 96,78 BT (Serambi Indonesia, 30 Januari 2010).

Setelah terjadi gempa darat di Aceh Tengah tersebut, penulis sempat mengingatkan bahwa ancaman gempa di Aceh tidak hanya dari gempa yang berpusat di laut, tetapi pusat-pusat gempa di darat perlu juga diwaspadai yaitu dari segmen Patahan Sumatera (Menata Tata Ruang Berbasis Bencana, Opini Serambi Indonesia, 6 Maret 2010).

Perlu diketahui, Patahan Sumatera memiliki beberapa segmen yang di Aceh sudah terdeteksi melalui informasi peta geologi yang telah dipetakan oleh Cameron dkk (peta tersebut dipublikasi oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi/P3G - Departemen Pertambangan dan Energi). Bukti keberadaan patahan ini semakin diperkuat dengan kenampakan dari interpretasi foto udara maupun citra satelit (remote sensing).

Untuk wilayah Aceh Patahan Semangko ini terbagi dalam beberapa segmen yaitu Patahan Lokop-Kutacane, Patahan Blangkeujeren-Mamas, Patahan Kla-Alas, Patahan Reunget-Blangkeujeren, Patahan Anu-Batee, Patahan Samalanga-Sipopoh, Patahan Banda Aceh-Anu, Patahan Lamteuba-Baro.

Patahan tersebut menyimpan energi yang besar dan apabila suatu saat energi tersebut dilepaskan maka akan menimbulkan gempa bumi. Apabila pelepasan energi tersebut secara tiba-tiba sekaligus inilah yang sangat berbahaya karena akan menimbulkan gempa yang dahsyat, namun kalau energi tersebut dilepas berangsur sedikit demi sedikit maka gempa yang ditimbulkan tidak terlalu berbahaya, bahkan kadang tidak dirasakan oleh manusia kecuali hanya tercatat oleh alat seismograf.

Patahan atau Sesar adalah istilah dalam ilmu geologi yang dalam bahasa Inggris disebut Fault. Fault sendiri bermakna kesalahan, lalu mengapa patahan dalam bahasa Inggris disebut Fault? Konon kabarnya ketika para ahli geologi melacak sebaran bahan tambang sebagai contoh batubara, tiba-tiba lapisannya menghilang dan muncul lagi di tempat lain yang kedalamannya berbeda. Para ahli geologi menyimpulkan hilangnya lapisan tersebut karena adanya kesalahan struktur bumi yang telah bergerak atau bergeser, maka munculah istilah Fault tersebut.

Keberadaan Patahan tidak selalu berkonotasi negatif sebagai penyebab bencana gempa, karena ternyata di dalam bumi patahan bermanfaat dalam proses pembentukan cebakan atau perangkap hidrokarbon baik minyak bumi maupun gas bumi. Demikian juga struktur patahan sangat penting sebagai jalan lewatnya magma yang apabila magma yang kaya dengan mineral berharga maka akan membentuk mineralisasi mineral-mineral logam berharga seperti emas, perak, tembaga, besi dsb. Kalau begitu kita jangan menyalahkan Tuhan yang menempatkan kita di bumi yang memiliki banyak

Untuk menjelaskan patahan dengan bahasa awam memang sulit, tetapi paling tidak patahan terjadi dikarenakan adanya pergeseran lapisan bumi dari kondisi normalnya. Artinya, kulit bumi mengalami pergerakan, ada yang gerakannya berhenti sama sekali ini disebut Patahan tidak aktif, tetapi ada gerakannya terus berlangsung, patahan jenis ini disebut patahan aktif. Patahan Sumatera adalah patahan aktif yang sudah bergerak sejak ribuan tahun lalu yaitu saat terbentuknya kepulauan Indonesia akibat adanya tumbukan tiga lempeng besar dunia sekitar 45,6 juta tahun yang lalu, yaitu Lempeng Samudera Hindia-Australia yang bergerak relatif ke utara, lempeng Benua Eurasia yang bergerak keselatan dan Lempeng Samudera Pasifik yang bergerak ke Barat.

Tekanan Lempeng Samudera Hindia-Australialah yang menyebabkan posisi Pulau Sumatera seperti hari ini tergeser dan mengalami rotasi sehingga membentuk sudut dengan Khatulistiwa. Padahal menurut para ahli geologi, awalnya Pulau Sumatera posisinya sama dengan pulau Jawa yaitu sejajar garis Khatulistiwa.

Namun posisinya saat ini membujur dari barat laut ke arah tenggara dan melintasi khatulistiwa, seolah membagi pulau Sumatra atas dua bagian, Sumatra belahan bumi utara dan Sumatra belahan bumi selatan. Adanya tumbukan lempeng tersebut juga menyebabkan munculnya perbukitan yang kemudian dikenal dengan nama Bukit Barisan yang posisinya sejajar dengan patahan.

Oleh karena itu sepanjang Bukit Barisan terdapat lembah yang lurus dan memanjang, lembah-lembah ini merupakan zona lemah Patahan Besar Sumatera, di mana kulit bumi mengalami retakan, dan satu sisi dengan sisi lainnya bergerak horizontal. Pola pergerakan pada umumnya ke kanan, yaitu blok timur bergerak ke tenggara dan blok barat sebaliknya. Zona lemah tersebut mulai selatan meliputi lembah Semangko (Teluk Semangko di Lampung), Kepahiang, Ketahun, Kerinci, Muara Labuh, Singkarak Maninjau, Rokan Kiri, Gadis, Angkola, Alas, Tangse, dan lembah Aceh. Zona lemah tersebut berpotensi memicu terjadinya gempa darat.

Mengapa gempa darat perlu diwaspadai? Gempa darat memang tidak akan memicu tsunami namun karena umumnya pusat gempa darat sangat dekat jaraknya dengan tempat aktifitas manusia dan apabila pusat gempanya dangkal maka efek getaran sangat besar dan dapat menggoncang lapisan bumi dengan kuat.

Bangunan-bangunan di atas bumi semua akan bergetar, kalau getarannya berlangsung lama tidak mustahil bangunan-bangunan akan rontok berjatuhan, apalagi selama ini banyak bangunan dibuat sekadarnya dengan mengabaikan kondisi kerentanan terhadap gempa. Di dunia sudah sering terjadi gempa darat yang menghancurkan seperti gempa bumi yang terjadi di Thangsan China pada tahun 1976 menelan korban 240.000 jiwa, gempa bumi di Iran pada tahun 1990 menelan korban 40.000 jiwa, dan gempa bumi di Armenia tahun 1998 menelan korban 25.000 jiwa.

Untuk Indonesia sendiri patahan darat yang berpotensi terjadinya gempa darat antara lain Patahan Sumatera/Patahan Semangko, Patahan Palu-Koro di Sulawesi, Patahan Cimandiri, Patahan Lembang di Jawa, Patahan Sorong di Papua.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia secara umum memiliki ancaman bencana gempa, maka kebijakan pembangunan yang dilakukan harus berbasis kebencanaan, tidak bisa lagi seperti saat ini sekadar perencanaan asal jadi. Karena hal ini telah diamanatkan dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 6 ayat 1 butir a Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah NKRI yang rentan terhadap bencana.
Faizal Adriansyah

* Penulis adalah Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Pengda Aceh.