Beranda » Sutan Sjahrir

Sutan Sjahrir



Sutan Sjahrir(1909-1966) adalah salah satu tokoh Indonesia terbesar pada masa kemerdekaan dan pasca kemerdekaan. Sjahrir yang dilahirkan di Padang Panjang merupakan salah satu dari empat Bapak Republik Indonesia serta perdana menteri pertama Indonesia.


Sjahrir dilahirkan oleh pasangan Moehammad Rasad dan Siti Rabiah bersama satu kakak perempuan beserta dua adik laki-laki. Sjahrir tumbuh sebagai siswa yang cerdas dan ia rajin membaca berbagai macam buku. Disekolahnya, Sjahrir juga menonjol karena kepintarannya dan keaktifannya dalam berorganisasi. Ia melanjutkan studinya di Belanda dalam bidang hukum. Sjahrir menguasai beberapa bahasa asing, seperti Inggris, Belanda, Prancis, Jerman, dan Latin.


Sjahrir menikah dua kali. Pernikahannya yang pertama dengan Maria Duchateau yang berasal dari Belanda dan yang kedua dari Indonesia, Siti Wahjunah. Ia memiliki dua anak angkat dan tiga anak kandung. Sjahrir meninggal karena stroke dan dimakamkan di Makam Pahlawan Kalibata. Ia dianugerahi sebagai Pahlawan Nasional oleh Soekarno.



Sjahrir merupakan tokoh perjuangan Indonesia yang sangat menggeluti Sosialisme. Sosialisme pada saat itu merupakan ideologi yang menjadi arus utama gerakan revolusionisme. Sjahrir sendiri sebenarnya bukan seorang Marxis tulen, karena ia pun masih menaruh respek besar terhadap perekonomian Barat. Sjahrir kerap menamakan ideologi sosialisnya dengan sosialis kerakyatan. Ia mendirikan sebuah partai sosialis yang ia sendiri ketuai, Partai Rakyat Sosialis. Tak lama kemudian Partai yang ia dirikan tersebut bergabung dengan Partai Sosialis yang diketuai Amir Syafirudin dan menjadi Partai Sosialis Indonesia. Sjahrir sendiri yang menjadi ketua dari Partai Sosialis Indonesia dan diwakili oleh Amir Syafirudin.


Partai Sosialis Indonesia ditanggapi buruk oleh lawan-lawan politik Sjahrir di pemerintahan, Soekarno dan pendukung-pendukungnya. Berbagai demo dan propaganda yang terjadi pada masa itu mengguncang dengan cukup keras Sjahrir beserta partainya pada saat itu. Sjahrir pun beberapa kali dikucilkan dan dijadikan tahanan politik. Namun, pada kenyataannya bukanlah Sjahrir yang ingin terjun ke politik, namun politik sendiri yang tidak melepaskan Sjahrir daripadanya.


Sjahrir merupakan sosialis yang bersifat pragmatis karena masih menerima jalan diplomasi. Sjahrir memperjuangkan kepentingan rakyat lewat jalur politik. Sjahrir sendiri pada hakikatnya merupakan pejuang kemanusiaan yang demokrat demi mencapai impiannya: kerakyatan yang sejahtera dan beradab. Suatu kali Sjahrir yang sedang naik kereta api dikelas VVIP didapati menangis diam-diam setelah melihat kehidupan rakyat yang terlantar dari kaca kereta.




Seringkali gagasannya yang begitu tinggi hanya dapat diterima kaum elit. Sjahrir sendiri menentang feodalisme yang terjadi di Indonesia karena menghalangi kesejahteraan rakyat kecil. Baginya imperialisme bertemu dengan feodalisme akan menghasilkan bentuk fasisme. Fasisme menghambat kesamarataan dan persatuan nasional. Sjahrir cukup aktif mengisi kolom dengan nama samaran RealPolitiker di kolom-kolom koran atau esay tertentu.


Sjahrir merupakan orang yang menyukai anak-anak. Ia memiliki beberapa anak asuh yang ia didik sendiri agar memiliki ilmu yang cukup dan turut berperan dalam pembangunan nasional. Perhatiannya terhadap edukasi sangat tinggi sampai-sampai ia juga layak disebut sebagai edukator sejati. Bersama Mohammad Hatta yang merupakan rekan seperjuangannya yang dekat dengannya, mereka bersama mendidik beberapa pemuda saat berada ditahanan. Selain itu, Sjahrir juga gemar bermain tenis bersama teman-temannya baik dari dalam negeri maupun luar negeri.


Sampai menjelang akhir hidupnya, Sjahrir dipenjarakan dan beberapa kali dipindahkan. Tanpa ada yang tahu bahwa ia mengidap tekanan darah tinggi. Pada suatu hari ia ditemukan tergeletak didekat kamar mandi tahanan dan dibawa keluar negeri untuk berobat. Operasi yang dilakukan gagal dan ia tidak bisa berbicara. Penyakit yang diidapnya sudah sangat parah. Beberapa hari sebelum kematiannya ia koma sampai menghembuskan nafas terakhir.


Sudah seratus tahun lebih Sjahrir pergi namun namnya tetap harum bagi bangsa Indonesia. Sjahrir tidak akan dilupakan karena kecintaannya kepada rakyat Indonesia dan kerelaannya berkorban demi bangsanya
Josephisme