Beranda » Tarumanagara

Tarumanagara

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas










Text document with red question mark.svg

Artikel ini sudah memiliki daftar referensi, bacaan terkait atau pranala luar, tapi sumbernya masih belum jelas karena tak memiliki kutipan pada kalimat. Mohon tingkatkan kualitas artikel ini dengan memasukkan rujukan yang lebih mendetil bila perlu.

Tarumanegara dan Tarumanagara beralih ke halaman ini. Untuk universitas di Jakarta, lihat Universitas Tarumanagara




















































Tarumanagara









Salakanagara358–669Kerajaan Sunda




Lokasi Tarumanagara


Wilayah Tarumanagara

Ibu kotaSundapura (dekat Tugu dan Bekasi)
BahasaSunda, Sansekerta
AgamaHindu, Buddha, Sunda Wiwitan
PemerintahanMonarki
Sejarah
- Didirikan358
- Serbuan Sriwijayapada tahun 650669







Prasasti Tugu di Museum Nasional




Tarumanagara atau Kerajaan Taruma adalah sebuah kerajaan yang pernah berkuasa di wilayah barat pulau Jawa pada abad ke-4 hinggaabad ke-7 M. Taruma merupakan salah satu kerajaan tertua di Nusantara yang meninggalkan catatan sejarah. Dalam catatan sejarah dan peninggalan artefak di sekitar lokasi kerajaan, terlihat bahwa pada saat itu Kerajaan Taruma adalah kerajaan Hindu beraliran Wisnu.













Daftar isi


[sembunyikan]




[sunting]Sumber Sejarah


Bila menilik dari catatan sejarah ataupun prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman. Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.



Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui dengan tujuh buah prasasti batu yang ditemukan. Empat di Bogor, satu di Jakarta dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan dari Kerajaan Salakanagara.


[sunting]Prasasti yang ditemukan




  1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M (H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor

  2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan di museum di Jakarta. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22 masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.

  3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul, ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan Munjul, KabupatenPandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.


  4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor

  5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor

  6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor

  7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor


Lahan tempat prasasti itu ditemukan berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai: Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.


Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah “kota pelabuhan sungai” yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten. Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut barang dagangannya ke daerah hilir.



Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.


[sunting]Prasasti Pasir Muara


Di Bogor, prasasti ditemukan di Pasir Muara, di tepi sawah, tidak jauh dari prasasti Telapak Gajah peninggalan Purnawarman. Prasasti itu kini tak berada ditempat asalnya. Dalam prasasti itu dituliskan :



ini sabdakalanda rakryan juru panga-mbat i kawihaji panyca pasagi marsa-n desa barpulihkan haji su-nda


Terjemahannya menurut Bosch:




Ini tanda ucapan Rakryan Juru Pengambat dalam tahun (Saka) kawihaji (8) panca (5) pasagi (4), pemerintahan begara dikembalikan kepada raja Sunda.


Karena angka tahunnya bercorak “sangkala” yang mengikuti ketentuan “angkanam vamato gatih” (angka dibaca dari kanan), maka prasasti tersebut dibuat dalam tahun 458 Saka atau 536 Masehi.


[sunting]Prasasti Ciaruteun


Prasasti Ciaruteun ditemukan pada aliran Ci Aruteun, seratus meter dari pertemuan sungai tersebut dengan Ci Sadane; namun pada tahun 1981 diangkat dan diletakkan di dalam cungkup. Prasasti ini peninggalan Purnawarman, beraksara Palawa, berbahasa Sansekerta. Isinya adalah puisi empat baris, yang berbunyi:




vikkrantasyavanipateh shrimatah purnavarmmanah tarumanagararendrasya vishnoriva padadvayam


Terjemahannya menurut Vogel:



Kedua (jejak) telapak kaki yang seperti (telapak kaki) Wisnu ini kepunyaan raja dunia yang gagah berani yang termashur Purnawarman penguasa Tarumanagara.


Selain itu, ada pula gambar sepasang “pandatala” (jejak kaki), yang menunjukkan tanda kekuasaan &mdash& fungsinya seperti “tanda tangan” pada zaman sekarang. Kehadiran prasasti Purnawarman di kampung itu menunjukkan bahwa daerah itu termasuk kawasan kekuasaannya. Menurut Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara parwa II, sarga 3, halaman 161, di antara bawahan Tarumanagara pada masa pemerintahan Purnawarman terdapat nama “Rajamandala” (raja daerah) Pasir Muhara.



[sunting]Prasasti Telapak Gajah


Prasasti Telapak Gajah bergambar sepasang telapak kaki gajah yang diberi keterangan satu baris berbentuk puisi berbunyi:



jayavi s halasya tarumendrsaya hastinah airavatabhasya vibhatidam padadavayam


Terjemahannya:



Kedua jejak telapak kaki adalah jejak kaki gajah yang cemerlang seperti Airawata kepunyaan penguasa Tarumanagara yang jaya dan berkuasa.


Menurut mitologi Hindu, Airawata adalah nama gajah tunggangan Batara Indra dewa perang dan penguawa Guntur. Menurut Pustaka Parawatwan i Bhumi Jawadwipa parwa I, sarga 1, gajah perang Purnawarman diberi nama Airawata seperti nama gajah tunggangan Indra. Bahkan diberitakan juga, bendera Kerajaan Tarumanagara berlukiskan rangkaian bunga teratai di atas kepala gajah. Demikian pula mahkota yang dikenakan Purnawarman berukiran sepasang lebah.



Ukiran bendera dan sepasang lebah itu dengan jelas ditatahkan pada prasasti Ciaruteun yang telah memancing perdebatan mengasyikkan di antara para ahli sejarah mengenai makna dan nilai perlambangannya. Ukiran kepala gajah bermahkota teratai ini oleh para ahli diduga sebagai “huruf ikal” yang masih belum terpecahkan bacaaanya sampai sekarang. Demikian pula tentang ukiran sepasang tanda di depan telapak kaki ada yang menduganya sebagai lambang labah-labah, matahari kembar atau kombinasi surya-candra (matahari dan bulan). Keterangan pustaka dari Cirebon tentang bendera Taruma dan ukiran sepasang “bhramara” (lebah) sebagai cap pada mahkota Purnawarman dalam segala “kemudaan” nilainya sebagai sumber sejarah harus diakui kecocokannya dengan lukisan yang terdapat pada prasasti Ciaruteun.


[sunting]Prasasti Jambu



Di daerah Bogor, masih ada satu lagi prasasti lainnya yaitu prasasti batu peninggalan Tarumanagara yang terletak di puncak Bukit Koleangkak, Desa Pasir Gintung, Kecamatan Leuwiliang. Pada bukit ini mengalir (sungai) Cikasungka. Prasasti inipun berukiran sepasang telapak kaki dan diberi keterangan berbentuk puisi dua baris:



shriman data kertajnyo narapatir – asamo yah pura tarumayam nama shri purnnavarmma pracurarupucara fedyavikyatavammo tasyedam – padavimbadavyam arnagarotsadane nitya-dksham bhaktanam yangdripanam – bhavati sukhahakaram shalyabhutam ripunam.


Terjemahannya menurut Vogel:



Yang termashur serta setia kepada tugasnya ialah raja yang tiada taranya bernama Sri Purnawarman yang memerintah Taruma serta baju perisainya tidak dapat ditembus oleh panah musuh-musuhnya; kepunyaannyalah kedua jejak telapak kaki ini, yang selalu berhasil menghancurkan benteng musuh, yang selalu menghadiahkan jamuan kehormatan (kepada mereka yang setia kepadanya), tetapi merupakan duri bagi musuh-musuhnya.



[sunting]Sumber berita dari luar negeri


Sumber-sumber dari luar negeri semuanya berasal dari berita Tiongkok.



  1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti (“Jawadwipa”) hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah orang-orang yang beragama Hindu dan “beragama kotor” (maksudnya animisme). Ye Po Ti selama ini sering dianggap sebutan Fa Hien untuk Jawadwipa, tetapi ada pendapat lain yang mengajukan bahwa Ye-Po-Ti adalah Way Seputih di Lampung, di daerah aliran way seputih (sungai seputih) ini ditemukan bukti-bukti peninggalan kerajaan kuno berupa punden berundak dan lain-lain yang sekarang terletak di taman purbakala Pugung Raharjo, meskipun saat ini Pugung Raharjo terletak puluhan kilometer dari pantai tetapi tidak jauh dari situs tersebut ditemukan batu-batu karang yg menunjukan daerah tersebut dulu adalah daerah pantai persis penuturan Fa hien[rujukan?]


  2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo (“Taruma”) yang terletak di sebelah selatan.

  3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.


Dari tiga berita di atas para ahli[siapa?] menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya sama dengan Tarumanegara.



Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang Taruma.


Kerajaan Tarumanegara diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman. Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh Jawa Barat yang membentang dari Banten, Jakarta, Bogor dan Cirebon.


[sunting]Kepurbakalaan Masa Tarumanagara






Candi Jiwa di situs Percandian Batujaya











































































































































































































































































































































No.Nama SitusArtepakKeterangan
1Kampung MuaraMenhir (3)


Batu dakon (2)


Arca batu tidak berkepala


Struktur Batu kali


Kuburan (tua)
2CiampeaArca gajah (batu)Rusak berat
3Gunung CibodasArcaTerbuat dari batu kapur


3 arca duduk


arca raksasa


arca (?)Fragmen


Arca dewa


Arca dwarapala


Arca brahmaDuduk diatas angsa

(Wahana Hamsa)

dilengkapi padmasana


Arca (berdiri)Fragmen kaki dan lapik


(Kartikeya?)


Arca singa (perunggu)Mus.Nas.no.771
4Tanjung BaratArca siwa (duduk) perungguMus.Nas.no.514a
5TanjungpriokArca Durga-Kali Batu granitMus.Nas. no.296a
6Tidak diketahuiArca RajaresiMus.Nas.no.6363
7Cilincingsejumlah besar pecahansettlement pattern
8Buniperhiasan emas dalam periuksettlement pattern


Tempayan


Beliung


Logam perunggu


Logam besi


Gelang kaca


Manik-manik batu dan kaca


Tulang belulang manusia


Sejumlah besar gerabah bentuk wadah
9Batujaya (Karawang)Unur (hunyur) sruktur bataPercandian


Segaran I


Segaran II


Segaran III


Segaran IV


Segaran V


Segaran VI


Talagajaya I


Talagajaya II


Talagajaya III


Talagajaya IV


Talagajaya V


Talagajaya VI


Talagajaya VII
10CibuayaArca Wisnu I


Arca Wisnu II


Arca Wisnu III


Lmah Duwur WadonCandi I


Lmah Duwur LanangCandi II


Pipisan batu

[sunting]Naskah Wangsakerta


Penjelasan tentang Tarumanagara cukup jelas di Naskah Wangsakerta. Sayangnya, naskah ini mengundang polemik dan banyak pakar sejarah yang meragukan naskah-naskah ini bisa dijadikan rujukan sejarah.


Pada Naskah Wangsakerta dari Cirebon itu, Tarumanegara didirikan oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358, yang kemudian digantikan oleh putranya, Dharmayawarman (382-395). Jayasingawarman dipusarakan di tepi kali Gomati, sedangkan putranya di tepi kali Candrabaga.



Maharaja Purnawarman adalah raja Tarumanagara yang ketiga (395-434 M). Ia membangun ibukota kerajaan baru pada tahun 397 yang terletak lebih dekat ke pantai. Dinamainya kota itu Sundapura–pertama kalinya nama “Sunda” digunakan.


Prasasti Pasir Muara yang menyebutkan peristiwa pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu dibuat tahun 536 M. Dalam tahun tersebut yang menjadi penguasa Tarumanagara adalah Suryawarman (535 – 561 M) Raja Tarumanagara ke-7. Pustaka Jawadwipa, parwa I, sarga 1 (halaman 80 dan 81) memberikan keterangan bahwa dalam masa pemerintahan Candrawarman (515-535 M), ayah Suryawarman, banyak penguasa daerah yang menerima kembali kekuasaan pemerintahan atas daerahnya sebagai hadiah atas kesetiaannya terhadap Tarumanagara. Ditinjau dari segi ini, maka Suryawarman melakukan hal yang sama sebagai lanjutan politik ayahnya.


Rakeyan Juru Pengambat yang tersurat dalam prasasti Pasir Muara mungkin sekali seorang pejabat tinggi Tarumanagara yang sebelumnya menjadi wakil raja sebagai pimpinan pemerintahan di daerah tersebut. Yang belum jelas adalah mengapa prasasti mengenai pengembalian pemerintahan kepada Raja Sunda itu terdapat di sana? Apakah daerah itu merupakan pusat Kerajaan Sunda atau hanya sebuah tempat penting yang termasuk kawasan Kerajaan Sunda?


Baik sumber-sumber prasasti maupun sumber-sumber Cirebon memberikan keterangan bahwa Purnawarman berhasil menundukkan musuh-musuhnya. Prasasti Munjul di Pandeglang menunjukkan bahwa wilayah kekuasaannya mencakup pula pantai Selat Sunda. Pustaka Nusantara, parwa II sarga 3 (halaman 159 – 162) menyebutkan bahwa di bawah kekuasaan Purnawarman terdapat 48 raja daerah yang membentang dari Salakanagara atau Rajatapura (di daerah Teluk Lada Pandeglang) sampai ke Purwalingga (sekarang Purbolinggo) di Jawa Tengah. Secara tradisional Cipamali (Kali Brebes) memang dianggap batas kekuasaan raja-raja penguasa Jawa Barat pada masa silam.



Kehadiran Prasasti Purnawarman di Pasir Muara, yang memberitakan Raja Sunda dalam tahun 536 M, merupakan gejala bahwa Ibukota Sundapura telah berubah status menjadi sebuah kerajaan daerah. Hal ini berarti, pusat pemerintahan Tarumanagara telah bergeser ke tempat lain. Contoh serupa dapat dilihat dari kedudukaan Rajatapura atau Salakanagara (kota Perak), yang disebut Argyre oleh Ptolemeus dalam tahun 150 M. Kota ini sampai tahun 362 menjadi pusat pemerintahan Raja-raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII).


Ketika pusat pemerintahan beralih dari Rajatapura ke Tarumangara, maka Salakanagara berubah status menjadi kerajaan daerah. Jayasingawarman pendiri Tarumanagara adalah menantu Raja Dewawarman VIII. Ia sendiri seorang Maharesi dari Salankayana di India yang mengungsi ke Nusantara karena daerahnya diserang dan ditaklukkan Maharaja Samudragupta dari Kerajaan Magada.


Suryawarman tidak hanya melanjutkan kebijakan politik ayahnya yang memberikan kepercayaan lebih banyak kepada raja daerah untuk mengurus pemerintahan sendiri, melainkan juga mengalihkan perhatiannya ke daerah bagian timur. Dalam tahun 526 M, misalnya, Manikmaya, menantu Suryawarman, mendirikan kerajaan baru di Kendan, daerah Nagreg antara Bandung dan Limbangan, Garut. Putera tokoh Manikmaya ini tinggal bersama kakeknya di ibukota Tarumangara dan kemudian menjadi Panglima Angkatan Perang Tarumanagara. Perkembangan daerah timur menjadi lebih berkembang ketika cicit Manikmaya mendirikan Kerajaan Galuh dalam tahun 612 M.


Tarumanagara sendiri hanya mengalami masa pemerintahan 12 orang raja. Pada tahun 669, Linggawarman, raja Tarumanagara terakhir, digantikan menantunya, Tarusbawa. Linggawarman sendiri mempunyai dua orang puteri, yang sulung bernama Manasih menjadi istri Tarusbawa dari Sunda dan yang kedua bernama Sobakancana menjadi isteri Dapuntahyang Sri Jayanasa pendiri Kerajaan Sriwijaya. Secara otomatis, tahta kekuasaan Tarumanagara jatuh kepada menantunya dari putri sulungnya, yaitu Tarusbawa.


Kekuasaan Tarumanagara berakhir dengan beralihnya tahta kepada Tarusbawa, karena Tarusbawa pribadi lebih menginginkan untuk kembali ke kerajaannya sendiri, yaitu Sunda yang sebelumnya berada dalam kekuasaan Tarumanagara. Atas pengalihan kekuasaan ke Sunda ini, hanya Galuh yang tidak sepakat dan memutuskan untuk berpisah dari Sunda yang mewarisi wilayah Tarumanagara.


[sunting]Raja-raja Tarumanagara menurut Naskah Wangsakerta















































































Raja-raja Tarumanegara
NoRajaMasa pemerintahan
1Jayasingawarman358-382
2Dharmayawarman382-395
3Purnawarman395-434
4Wisnuwarman434-455
5Indrawarman455-515
6Candrawarman515-535
7Suryawarman535-561
8Kertawarman561-628
9Sudhawarman628-639
10Hariwangsawarman639-640
11Nagajayawarman640-666
12Linggawarman666-669

[sunting]Lihat pula




[sunting]Rujukan



  1. Richadiana Kartakusuma (1991), Anekaragam Bahasa Prasastidi Jawa Barat Pada Abad Ke-5 Masehi sampai Ke-16 Masehi: Suatu Kajian Tentang Munculnya Bahasa Sunda. Tesis (yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Arkeologi). Fakultas Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

  2. Dinas Purbakala R.I (1964) Laporan Tahunan 1954 Dinas Purbakala Republik Indonesia. Djakarta: Dinas Purbakala

  3. J.L.Moens (1940)”was Purnawarman van Taruma een Sanjaya?” TBG.81

  4. J. noorduyn and H.Th.Verstappen (1972), “Purnawarman’s River-works near Tugu” BKI 128:298-307


  5. R.M.Ng.Poerbatharaka (l952), Riwayat Indonesia I. Djakarta: Jajasan Pembangunan

  6. Soetjipto Wirjosuparto (1963), The Second Wisnu Image of Cibuaya, West Jawa, MISI. I/2: 170-87

  7. Teguh Asmar (1971), “Preliminary Report on Recent Excavation near the Kenon Kopi Inscription (Kampung Muara)” Manusia Indonesia V(4-6), l971:416-424;

  8. Teguh Asmar (l971) “The Megalithic Tradition” dalam Haryati Soebadio et.al.(editor) Dynamic of Indonesian History, Amsterdam. 1978:29-40

  9. W.P.Groeneveldt, Catalogus der Archaeologische Verzameling van het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Batavia l887

  10. N.J.Krom “inventaris der Hindoe-Oudheden” ROD 1914-1915.


  11. Hasan Djafar “Pemukiman-Pemukiman Kuna di Daerah akarta dn Sekitarnya” makalah pada Dskusi Ilmiah Arkeologi VI, Jakarta 11-12 Februari 1988. IAAI Komda Jawa Barat.

  12. Van der Hoop Catalogus der Prehistorische Verzameling. 1941.

  13. R.P.Soejono “Indonesia (REgional REport)” Asian Perspectives VI, 1962: 23-24

  14. I Made Sutayasa (l970) “Gerabah Prasedjarah dari Djawa Barat Utara (kompleks Bun), makalah pada Seminar Sjarah Nasional II

  15. Jurusan Arrkeologi FSUI (l985/1986), Peninggalan Purbakala di Batujaya (naskah Laporan untuk Proyek Penelitian Purbakala, Jakarta)


  16. Sundapura


[sunting]Bacaan selanjutnya




[sunting]Garis waktu kerajaan-kerajaan di Jawa Barat/Banten














Didahului oleh:

Salakanagara
Kerajaan Hindu-Budha

358 – 669
Digantikan oleh:

Sunda Galuh































[sembunyikan]



lbs


Kerajaan di Jawa


0-600 (Hindu-Buddha pra-Mataram)



600-1500 (Hindu-Buddha)



1500-sekarang (Islam)