Beranda » Sejarah Lailatul Qadar

Sejarah Lailatul Qadar

Di dalam Kitab Durrul Mantsur terdapat sebuah hadits dari Anas r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda,” Lailatul Qadar telah dikaruniakan kepada ummat ini ( umatku ) yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya.”




Terdapat beberapa pendapat mengenai alasan dikaruniakannya Lailatul Qadar. Menurut beberapa hadits, di antara sebabnya adalah sebagai berikut; Rasulullah pernah merenungkan usia rata-rata umat-umat terdahulu yang jauh lebih panjang daripada usia umatnya yang pendek. Beliau pun bersedih karena mustahil ummatnya dapat menandingi amal ibadah umat-umat terdahulu. Oleh sebab itu, Allah SWT dengan kasih sayangnya yang tidak terhingga mengaruniakan Lailatul Qadar kepada umat Islam. Hal ini bermakna bahwa apabila ada seseorang yang memperoleh kesempatan beribadah selama sepuluh malam Lailatul Qadar pada bulan Ramadhan dan mendapatkan keberkahan malam-malam tersebut, maka ia akan mendapatkan pahala beribadah selama 83 tahun 4 bulan, bahkan lebih.

Riwayat lain mengatakan bahwa Rasulullah saw bercerita kepada para shahabatnya tentang kisah seorang yang sangat sholeh dari kalangan Bani Israel yang telah menghabiskan waktu selama seribu bulan untuk berjihad fii sabilillah. Mendengar kisah nyata ini, para shahabat Nabi saw. merasa iri. Terhadap hal ini, Allah SWT mengaruniakan kepada para shahabat, Lailatul Qadar sebagai ganti dari beribadah selama 1000 bulan tersebut. Ada juga riwayat lainnya yang menyatakan bahwa Nabi saw pernah menyebutkan 4 nama nabi dari Bani Israel, yang masing-masing telah menghabiskan waktu 80 tahun untuk mengabdi dan berbakti kepada Allah SWT tanpa pernah mendurhakai-Nya sekejap pun. Mereka adalah Nabi Ayyub a.s., Zakariyya a.s., Hizkiel a.s., dan Yusya’ a.s. . Mendengar hal ini, para shahabat Nabi merasa takjub dan iri. Lalu Jibril a.s. datang dan membacakan surat Al Qadar yang mewahyukan tentang keberkahan malam yang istimewa ini.




Masih ada riwayat-riwayat lainnya yang menerangkan tentang asal mula dikaruniakannya malam Lailatul Qadar. Meskipun dalam satu masa, perbedaan ini secara umum disebabkan oleh keadaan yang berbeda yang mengakibatkan ayat ini turun. Oleh karena itu, penafsirannya dikaitkan dengan kejadian pada masa tersebut. Terlepas dari riwayat mana yang kita terima, yang penting Allah SWT telah mengaruniakan kepada ummat ini malam Lailatul Qadar sebagai nikmat yang besar. Lailatul Qadar adalah karunia Allah SWT dan hanya orang-orang yang mendapatkan taufik dan hidayah yang dapat beramal di dalamnya. Betapa beruntung orang-orang bertaqwa yang tidak pernah meninggalkan ibadah pada malam Lailatul Qadar semenjak mereka baligh.




Tentang penentuan jatuhnya malam Lailatul Qadar ini, terdapat sekitar 50 perbedaan pendapat di kalangan alim ulama. Di sini tidak akan diuraikan semua pendapat itu, tetapi hanya yang paling masyhur saja. Kitab-kitab hadits banyak membahas keistimewaan dan keutamaan malam Lailatul Qadar ini melalui berbagai riwayat. Karena Al Qur’an sendiri telah menyebutkan tentang malam tersebut dalam sebuah surat yang khusus, kita akan memulainya dari penjelasan mengenai penafsiran surat Al Qadar tersebut, yang diambil dari tafsir Bayanul Qur’an susunan Syaikh Asyraf Ali Tsanwi rah.a. dan beberapa tambahan dari kitab-kitab lainnya.






“ Sesungguhnya Kami telah menurunkannya ( Al Qur’an ) pada malam kemuliaan.”




Ayat di atas telah menyebutkan suatu kenyataan bahwa pada malam istimewa itu, Al Qur’an telah diturunkan dari Lauh al Mahfudz ke langit dunia. Kenyataan ini cukup memperkuat bukti kemuliannya, yaitu Al Qur’an yang begitu agung diturunkan pada malam ini. Keberkahan dan keutamaan lainnya juga tertulis di dalam surat ini. Pada ayat berikutnya, agar menarik perhatian kita, maka diajukanlah sebuah pertanyaan:





“ Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu”




Dengan kata lain, pertanyaannya adalah,” Tahukah kamu betapa besar dan penting malam ini? Tahukah kamu akan besarnya nikmat dan karunia pada malam ini?” Ayat berikutnya menerangkan keagungan malam tersebut:




“ Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan.”




Artinya, pahala beribadah pada malam itu lebih baik dan lebih besar daripada pahala beribadah selama seribu bulan. Dan kita tidak tahu seberapakah yang dimaksud lebih besar itu.



“Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril, dengan ijin Allah untuk mengatur semua urusan.”


Sebuah penjelasan yang indah mengenai ayat ini telah dikemukakan oleh Imam Razi rah.a. yang berkata bahwa ketika manusia pertama diturunkan ke Bumi, para malaikat melihatnya dengan penuh keprihatinan, sehingga mereka bertanya kepada Allah SWT.,” Mengapa Engkau jadikan ( khalifah ) di bumi, orang yang akan berbuat kerusakan dan menumpahkan darah?” Sebagaimana halnya jika ibu bapak memperhatikan asal usul manusia, yaitu dari setetes air mani, mereka akan memandangnya dengan rasa jijik sehingga dianggap sebagai sesuatu yang mengotori pakaian dan perlu dicuci. Namun, ketika dari air mani itu, Allah SWT menjadikan seorang bayi yang cantik, mereka pun menyayanginya dan mencintainya. Demikian pula, jika seseorang beribadah kepada Allah SWT dan memuji-Nya pada malam kemuliaan, maka para malaikat akan turun kepada mereka, meminta maaf atas ucapannya dahulu tentang manusia.



Dalam ayat ini disebutkan lafazh war ruuhu ( dan ruh ). Yang dimaksud adalah Jibril a.s. yang turun ke bumi pada malam tersebut. Para ahli tafsir memberikan beragam penafsiran mengenainya. Kebanyakan di antara mereka sepakat bahwa yang dimaksud ruh di sini adalah Jibril a.s. Menurut Imam Razi rah.a., inilah makna yang paling tepat. Pertama Allah SWT menyebutkan para malaikat, lalu Jibril a.s., sebab ia memiliki kedudukan khusus di antara para malaikat, sehingga ia disebut secara terpisah. Sebagian mufassirin berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ruh di sini adalah malaikat yang begitu besar sehingga jika dibandingkan langit dan bumi, maka keduanya laksana sesuap makanan saja. Mufassir yang lain berpendapat bahwa ruh di sini maksudnya adalah sekelompok malaikat yang jarang muncul. Malaikat itu hanya muncul pada malam Lailatul Qadar dan hanya dapat disaksikan oleh malaikat lainnya pada malam tersebut. Dan masih banyak penafsiran lainnya.




Imam Baihaqi rah.a. meriwayatkan hadits dari Anas r.a. bahwa Nabi saw. bersabda,” Pada malam Lailatul Qadar, Jibril turun bersama sekumpulan malaikat dan berdoa memohon rahmat untuk setiap orang yang ditemukan tengah sibuk beribadah pada malam itu.”





“ Dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan.”

Mereka turun dengan membawa kebaikan. Penyusun kitab Mazhahiril Haq menulis bahwa pada malam inilah, dahulu kala, malaikat diciptakan, lalu Adam pun diciptakan dan pepohonan surga ditanam. Menurut beberapa hadits, pada malam ini, doa-doa dikabulkan. Begitu pula dalam sebuah hadits di Kitab Durrul Mantsur, disebutkan bahwa pada malam ini Nabi Isa a.s. diangkat ke langit. Dan pada malam itu juga, taubat Bani Israel diterima.





“ Malam itu ( penuh ) dengan kesejahteraan sampai terbit fajar.”

Malam itu penuh dengan kesejahteraan. Para malaikat turun secara berduyun-duyun dan bergelombang untuk menyampaikan salamnya kepada orang-orang yang beriman secara bergiliran seperti tentara. Jika sekelompok malaikat naik ke langit, maka digantikan oleh kelompok malaikat lainnya. Beberapa riwayat menyebutkan bahwa malam ini penuh dengan kesejahteraan dan keamanan dari segala kejahatan dan keburukan. Rahmat dan berkah pada malam itu selalu turun sepanjang malam sampai terbit fajar, tidak terbatas pada sebagian malam saja.


Sebenarnya setelah mengetahui keutamaan Lailatul Qadar melalui surat ini telah mencukupi tanpa harus mengutip haditsnya. Tetapi karena banyak hadits yang menyebutkan fadhilahnya, maka di sini akan disajikan beberapa.

AA Gin