Di depan pintu gerbang terdapat kalimat bertuliskan “2.200 Prajurit dikuburkan di sini. Angkatan Perang Kerajaan Hindia Belanda Timur (KNIL) membayar mahal atas kehadirannya di Aceh.”
Kompleks perkuburan militer Belanda ini terletak di Kelurahan Blower Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh. Namanya; Kerkhof Peutjoet. Kerkhof, dalam bahasa Indonesia berarti permakamanan.
Dari sejumlah literatur disebutkan, kata ini dalam bahasa aslinya: kerkhoff, dengan huruf ‘f’ ganda. Kalau di-pecah atas dua suku kata, maka ‘kerk’ diartikan sebagai gereja dan ‘hoff’ adalah halaman.
Menjadi tradisi orang Belanda yang mayoritas Kristen menguburkan keluarganya di samping gereja, lambat-laun kata "kerkhoff" menjadi sebutan untuk kuburan atau permakaman.
Sedangkan Peutjoet adalah, panggilan kesayangan Meurah Pupok, putera Sultan Iskandar Muda yang dihukum mati. Makamnya juga terdapat di areal seluas 3,25 hektar ini.
Kerkhof Peutjoet itu dikelola Yayasan Dana Peutjuet yang didirikan pada 29 Januari 1976. Yayasan ini digagas setelah seorang veteran tentara Marsose Kolonel J.H.J. Brendgen bertandang ke Aceh.
Selama berkunjung, Brendgen melihat fakta miris, bahwa kuburan militer Peutjuet dalam kondisi tak terawat. Di bagian Aceh lain juga, makam tentara marsose memprihatinkan.
Atas alasan itu, didirikanlah yayasan ini guna melestarikan kuburan militer Peutjut agar dapat dipelajari oleh generasi mendatang. Sedang dana untuk perawatan dan perbaikan berasal dari para donatur negeri Kincir Angin itu.
Makam Perang
Ini adalah kuburan militer Belanda yang terletak di luar negeri Balanda yang terluas di dunia. Dalam sejarah Belanda, Perang Aceh adalah perang paling pahit yang melebihi pahitnya pengalaman mereka pada saat Perang Napoleon.
Data Pusat Dokumentasi dan Informasi Aceh (PDIA) Banda Aceh menyebutkan, di kompleks Kerkhof Peutjoet yang dibangun tahun 1880 itu terdapat 2.200 jasad serdadu Belanda.
Bukan hanya makam serdadu berpangkat kopral, yang berpangkat jenderal pun bukan satu orang. Di sana juga dikubur jasad tentara kolonial dari berbagai suku bangsa, bahkan ada juga sekelompok makam orang Yahudi yang dulu tinggal di Aceh.
"Ini memang bukan kuburan biasa," sebut Ridwan Aswad, Sekretatis PDIA Aceh kepada penulis belum lama ini. Katanya, bukan kuburan biasa karena, di nisan-nisannya kita bisa membaca banyak sejarah.
Banyak hal menarik yang dapat ditemui di perkuburan ini. Cerita tentang prajurit semasa hidupnya sampai pada saat dikubur. Nama dan pangkat mereka serta tahun-tahun tewas terpahat rapi.
Di dalamnya terdapat sejumlah tugu yang diukir begitu apik. Itu semua diceritakan sepintas pada batu nisan sehingga makam ini seolah-olah sedang bercerita kepada pengunjung tentang masa lalu penghuninya.
Jika kita menilik pada nisan-nisan yang tersebar, maka penanggalan tertua yang didapati adalah pada kuburan seorang prajurit angkatan laut Belanda yang tewas karena terkena penyakit kolera pada tanggal 27 Desember 1873.
Jika kita lebih teliti maka akan ditemukan berbagai kisah memilukan dan konyol pada sejumlah batu nisan. Mulai dari yang tewas secara heroik dalam perang tertembus kelewang hingga yang mati konyol ditusuk rencong saat jalan-jalan sore.
Ada juga kisah mengharukan dari Letnan satu H.P de Bruijn yang tewas satu hari sebelum pernikahannya di Pendopo Aceh. Dia tersungkur dalam medan perang yang ganas di Seunagan pada tahun 1902.
"Intinya, setiap batu nisan dibuat tanda untuk menjelaskan yang dikuburkan tersebut tewas karena perang atau karena sakit," ujar Amri, sang penjaga kuburan.
Ridwan menambahkan, Perang Aceh menjadi perang terberat bagi Kerajaan Belanda. Di Aceh pula jenderal Belanda meregang nyawa. Sesuatu yang langka terjadi di wilayah jajahan lain saat itu.
Agus Budi Wibowo, seorang peneliti di Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Banda Aceh menyebutkan di Kerkhof ini terdapat makam pimpinan Belanda dalam penyerangan pertama, yaitu Jenderal Kohler yang mati ditembak oleh pasukan Aceh di depan Masjid Raya Baiturrahman.
Pada awal mulanya Jenderal Kohler ini dimakamkan di Tanah Abang Jakarta. Akan tetapi, sejak 19 Mei 1978 tulang belulang Kohler tersebut dipindahkan ke Kerkhof ini. Pemindahan ini atas inisiatif gubernur, saat itu Muzakir Walad.
"Karena Köhler ini meninggalnya di Aceh, makanya tulang belulangnya pun dimakamkan lagi di Aceh,” sebut Adli Abdullah, pemerhati sosial dan budaya Aceh.
Perwira pertama yang dikuburkan di sini adalah J.J.P Weijerman yang tewas pada tanggal 20 Oktober 1883 di dekat Mesjid Siem Krueng Kale, Kecamatan Darussalam Aceh Besar.
Selain itu, di kuburan ini terdapat makam Jenderal Pel, Jenderal Van der Heyden dan Jenderal Van Aken. Jenderal Pel ini ditembak pasukan Aceh di Lamnyong, Darussalam. "Ada empat jenderal yang dikubur di sana," tambah Agus.
Pihak Yayasan Dana Peutjuet atau yang belakangan dikenal Stichting Renovatie Peucut juga mengupah pekerja untuk merawat makam. Itulah Amri. Dia hampir 20 tahun mengurus kompleks ini.
Tugas Amri, menjaga kebersihan, agar Kerkhof tetap rapi dan bersih. Terkadang dia juga memperbaiki nisan rusak, serta mengecat kuburan dan pagar sekelilingnya.
Menurut dia, Kerkhof menjadi bagian dari bukti-bukti sejarah. Dari jejak sejarah yang terkubur itu menjadi penting. Sebab itu bagian indentitas suatu bangsa,” katanya.